Sabtu, 19 November 2016

DILEMA LAMPU STROBO ( masih... )


 ..hanya share pengalaman pribadi

Mungkin saya  sangat telat masuk pada dilema ini. Tapi sebenarnya cukup lama saya menyimak begitu banyak pro kontra di dunia maya mengenai hal ini. Bahkan tidak sedikit yang berkomentar pedas. Mungkin kesal kali…. Tapi satu dua peristiwa pada pengalaman pribadi yang memaksa saya masuk pada persoalan  ini.  Walau sebenarnya agak kuatir di complain banyak orang. Tapi di sisi mana pun saya berpihak,  complain pasti tetap datang. Makanya lebih baik berbuat  daripada  diam…ok bro…

Kaum riders,…Saya sangat mencintai jalanan. Bagi saya jalanan memiliki arti sama seperti kebebasan dan persahabatan. Namun pada  tangga 9 April 2012 kesenangan saya terganggu. Saya mengalami sial yang sangat keterlaluan di jalanan. Tiga kecelakaan beruntun. Tidak begitu parah memang, tapi cukup membuat sy sangat was-was. Sehari itu sy menghabiskan hari dengan rolling dari Kudus ke Jakarta melewati jalur Pantura.  Setelah week end karena hari kejepit, jalur pantura menuju Jakarta cukup ramai hari itu. Cukup menyenangkan sebenarnya  karena kondisi jalan di  jalur pantura waktu ini sangat baik. Kerusakan yang ada hanya sekitar 5 %. Namun cuaca yang mendung sejak awal perjalanan membuat sy sedikit  kuatir. Dan akhirnya memang sejak lepas melewati Tegal, hujan turun dengan deras. Bagi riders yang terbiasa melewati daerah ini pasti tau jika  hujan di jalur ini pasti disertai angin kencang. Dan hari ini cuaca sangat buruk. Angin kencang dan jarak pandang yang sangat pendek membuahkan tiga kecelakaan di daerah Indramayu  untuk saya. Awalnya cium sayang dari belakang oleh sesama rider, lalu tonjokan kaget truck masih dari belakang, dan terakhir senggolan khilaf sebuah angkutan umum. Hehehe…nggak berefek banyak ke saya karena memang sejak awal saya sangat ekstra hati-hati,  namun cukup serius  akibatnya ke tunggangan.  Sy sangat bersyukur karena keberuntungan itu, namun rentetan persoalan itu membuat saya berubah pandangan setelahnya.
Setelah sedikit marah-marah sama sopir truck, akhirnya sy menerima permintaan maafnya. Saya nggak menuntut ganti rugi juga karena memang dia benar-benar nggak sengaja. Dia bilang dengan mimik memelas,
“ Maaf mas, saya benar nggak liat motornya mas,  soalnya hujan deras banget.”
Dengan sibuk di tengah hujan saya berargumentasi bahwa semua lampu di motor  sudah saya nyalakan,termasuk kerlap kerlip lampu sign yang saya pasang flaser, dua lampu pada box, rompi warna nge jreng juga sy pake, helm juga ada reflektornya, jalan udah paling pinggir juga, dll.
“ Sumpah gak keliatan mas. Kok gak pake lampu yang biru-biru itu ?!” balasnya..
Heeeh…sekejap saya tersentak ke suatu pojok dilema dari situasi  ini. Sopir truck ini telah mendorong saya masuk pada dilema panjang itu. Memang sejauh ini karena nggak melihat manfaatnya, saya nggak mau pasang strobo di motor saya. Padahal banyak sahabat jalanan yang memakai dan menyarankannya. Malu nanti di kira norak alasan saya.  Namun kejadian hari ini mengantar saya pada pemikiran lain yang menurut saya baik. Saya membuat uji  kecil. Setelah menyalakan semua lampu motor sy minta ijin  naik ke truck itu untuk menguji alasannya. Memang betul, dari jarak 10 meter saja motor saya bak kunang-kunang saja. Di kondisi  hujan sangat deras dan angin kencang, agak sulit lampu motor saya memberi warning  yang cukup, apalagi di hari yang masih terang lampu agak kurang berkilau/gemerlap. Bagaimana dengan rompi dan reflector helm…ah lupakan saja. Ini  Pantura!  Memang cara paling  gampang ya jangan berkendara  di kondisi seperti itu. Tapi  haiyaaah.. di jalanan kita nggak se sederhana itu…

Sejak kejadian itu sampai saya menulis hal ini, hampir sebulan waktu berlalu. Cukup luang waktu sy untuk berpikir yang membawa saya pada beberapa poin pemikiran.
1. Menyadari dan mengakui jalanan semakin hari semakin rumit dan berbahaya
2. Melihat posisi share motor begitu kecil jika berada pada jalan besar antar propinsi seperti itu, dengan “lawan” kendaraan besar yang membawa resiko yang besar.
3. Dibalik segala aturan dan etika, strobo bukan barang haram jika itu berguna bisa menolong dengan pemakaian yang semestinya dan bijak.
Tiga hal ini akhirnya yang menjembatani pemikiran atas putusan saya selanjutnya.
1.  Mengerti bahwa strobo adalah penanda dan bukan kode untuk mengintimidasi. Apalagi jadi alat untuk minta-minta jalan.
2. Strobo pasti akan sangat membantu pengendara pada jalan dan kondisi tertentu.
3. Mencemooh penggunaan strobo akan menjadi kurang bijak. Karena yang seharusnya kita lakukanadalah kampanye penggunaan strobo dengan baik dan benar, bukan melarangnya.
4. Mengapa strobo ? kan ada lampu model lain, ka nada warna lain. Stobo adalah lampu signal  yang sangat di kenal dan spesifik di antara pengendara berbagai kendaraan. Ini akan menjadi ‘’bahasa yang sama’’  sebagai penanda yang sangat baik.
5. Memang tidak menutup mata banyaknya riders yang gagah-gagahan dengan strobo dan berkesan memalukan. Tapi memang butuh waktu bagi mereka untuk mengerti dan dewasa, yuuuk kita bantu untuk meluruskannya.
6. Pemasangan strobo harus pada posisi yang tepat. 
7. ini yang sangat penting : memilih jenis, model, warna, serta ukuranyang cocok dengan kegunaan yang di inginkan yang tidak mengganggu pemakai jalan lainnya dan tidak melanggar peraturan .
8. Strobo bisa tetap di pasang sebagai pelengkap safety riding. Dipakai atau tidak, hanya jika kondisi di anggap emergency.
Nah,  kaum rider… kali ini jika anda suatu saat ketemu saya di jalan dan melihat dua strobo terpasang di belakang motor saya, berarti anda sedang melihat seseorang yang sedang berjuang mengamankan dan mempertahankan nyawanya…

Catatan : 
Pasal 59 Undang-Undang No. 22 Tahun 2009
Pasal 59 Undang-Undang No. 22 Tahun 2009
(1) Untuk kepentingan tertentu, Kendaraan Bermotor dapat dilengkapi dengan lampu isyarat dan/atau sirene.
(2) Lampu isyarat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas warna: a. merah; b. biru; dan c. kuning.
(3) Lampu isyarat warna merah atau biru sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dan huruf b serta sirene sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berfungsi sebagai tanda Kendaraan Bermotor yang memiliki hak utama.
(4) Lampu isyarat warna kuning sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c berfungsi sebagai tanda peringatan kepada Pengguna Jalan lain.
(5) Penggunaan lampu isyarat dan sirene sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) sebagai berikut:
a. lampu isyarat warna biru dan sirene digunakan untuk Kendaraan Bermotor petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia;
b. lampu isyarat warna merah dan sirene digunakan untuk Kendaraan Bermotor tahanan, pengawalan Tentara Nasional Indonesia, pemadam kebakaran, ambulans, palang merah, rescue, dan jenazah; dan
c. lampu isyarat warna kuning tanpa sirene digunakan untuk Kendaraan Bermotor patroli jalan tol, pengawasan sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, perawatan dan pembersihan fasilitas umum, menderek Kendaraan, dan angkutan barang khusus.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan, prosedur, dan tata cara pemasangan lampu isyarat dan sirene sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan pemerintah.
(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penggunaan lampu isyarat dan sirene sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan Kepala Kepolisian Negara 
Republik Indonesia.

Sumber: http://urbantouring.blogspot.co.id/2012/04/dilema-lampu-strobo-masih.html?m=1




0 komentar:

Posting Komentar